Minggu, 19 Desember 2010

cerpen

MANFAAT SEBUAH HUKUMAN


sebuah kenyatan yang telah terjadi sebelumnya tak pernah terbayangkan olehku. Berada di suatu tempat di mana kebanyakan remaja akan bilang TIDAK jika di tanya ”maukah kau tinggal disini.......?”

PONDOK PESANTREN sebuah tempat yang dulu asing bagiku. Tapi kini ternyata aku berada ditempat itu.

Dengan segunung peraturan dan segudang bentuk takziran, membuat tempat itu bagaikan penjara bagiku, bahkan mungkin lebih sengsara.

Dengan terbatasnya ruang gerak, membuat aku sering membuat palanggaran. mulai dari tidak mengikuti pengajian karna malas, keluar malam karna mencari hiburan, bahkan mengpungpun pernah aku lakukan. Karena mungkin dengan cara itulah aku bisa melupakan rumah seisinya, dan mencoba mencari kesenangan di luar. Sehingga aku bisa tinggal beberapa waktu disini dan ortuku yang memaksaku marasa puas dengan apa yang kurasakan saat ini.

Pikiran seperti itulah yang mambuatku beranggapan bahwa ortuku tidak sayang lagi padaku.

Tujuh bulan sudah aku disini, mangaji dan mengaji kini menjadi pekerjanku yang membosankan, dan tak ketinggalan beberapa takziran karena sering melanggar membuatku pikiranku jadi ruet. Tapi jika gak melanggar pikiranku lebih ruet karna kurang hiburan, dan melanggar kini menjadi pekerjaanku yang mengasikkan, walau beberapa sangsi menunggu jika ketahuan. Tapi itu tak jadi masalah bagiku.

Dari jam 4 pagi aku bangun sampai sekarang jam 10 malam, kegiatanku padat, mulai dari sekolah, ma’nani, sorogan, syawir, dnan lain-lain, membuat pikiranku ruet, budrek, dan kalau dipikir terus mungkin aku bisa gila.

Malam ini terlihat sangat gelap, karena beribu bintang dan bulan yang menyinar bumi

tertutup awan yang menguasai langit. Dan malam saperti itulah yang ku tunggu-tunggu.

Seperti malam-malam sebelumnya akupun merencanakan sesuatu, mencoba memanfatkan kegelapan malam untuk mencari hiburan diluar sana.

Dengan bekal nekat dan beberapa pengalaman akupun mulai beraksi. Seperti para NAPI yang ingin keluar dari jeruji besi, aku mengendap-endap di jeding belakang untuk menuju kepagar pondok.

Kawat berduri yang menjadi pagar pondok merupakan salah satu rintangan yang harus aku lewati, dengan keahlian kusus tana harus kasusahan akupun dapat melewati pagar itu.

Setelah melewati pagar aku mulai melangkahkan kaki. Beberapa meter aku berjalan, aku mulai sadar bahwa ada yang mengetahui perbuatanku ini. Dengan sedikitkan mengerutkan kaning dan mempertajam panglihatanakupun melihat seseorang mencoba manangkapku. Sekitar 25 meter dia berlari kearahku, tanpa pikir panjang akupun berlari sekuat tenaga dengan harapan terlepas dari kejaran orang itu.

Dalam keadaan jantung yang berdetak kancang, akupun berlari sangat kencang bagaikan valentina rosi (24 KM per jam).

Cukup jauh aku berlari, dan tubuhkupun mulai lelah dengan kata lain aku ingi istirahat. tetapi kejaran orang itu membuatku harus tetap berlari

”sembunyi.......ya.....sembunyi.” aku dapat ide.

Seketika aku berhanti dan sembunyi ditempat yangrimbun.

Dalam keadan takut, aku mulai mangatur nafas dan mencoba mananangkan pikiran.

”tanang......... OK”. Ucapku lirih. Berlahan hatiku mulai tenang.

Tiba-tiba orang yang mengejarku tadi berada di depanku.

”ya ALLAH tolong aku” Aku berdo’a dalam hati

Karena orang itu berada di depanku, hatikumulai tak tenang lagi.

Dalam kadaan yang gelap aku mencoba memahami siapa dia.

Ternyata orang yang mengetahui perbuatan ku dan mencoba menangkapku tadi adalah pak barok.

Pak barok adalah guruku ngaji sorogan setelah magrib. Selain ustad dia juga pengurus pondok yang yang selalu menyidang santri bermasala. Seperti aku ini jika ketahuan pasti aku ditangkap dan akhirnya di takzir.

Sekitar 5 manit aku disini dan pak barokpun sepertinya telah pergi.

”slamet........slamet” ucpku dalam dad seolah melepas lega.

Aku berdiri dan mulai berjalan, niatku semula hilang. Aku bungung harus kemana. Kakiku terus berjalan tanpa tujuan.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya aku menemukan msjit kecil. Tubuhku yang leleah seakan-akan mengajakku kesana. Aku duduk disalah-satu pojok masjit itu sebelum akh9rnya tertidur lelap.

”dik.....dik....bangun” ucap seseorang sambil memegang pundakku. Aku terbangun dan mengingat-ngingat apa yang telah terjadi. Setelah ingat semua aku berdiri, berjalan menuju jeding dan berwudlu lalu akupun ikut berjamaah subuh dengan warga.

Sholatpu telah usai, semua orang yang ikut berjamah satu persatu pulang. Tak memakan waktu lama masjitpun kosong kecuali aku yang duduk dibawah beduk.

Kegelapan malam berlahan hilang dan mataharipun muncul dari timur, rasa lelahkupun pada tubuhku telah hilang berbarengan dengan cerahnya pagi ini. Dan akhirnya aku berniat pulang kepondok..

Sesampai di pondok aku langsung kekamar dan menceritakan kejadian semalam pada kajadian semalam pada santri yang sekamar denganku, merekapun merespon dengan tertawa terbahak-bahak.

Ditengah canda tawa kami tiba-tiba mahfud kakak kelasku membuka pintu kamar.

”assalamualaikun” ucap mahfud dengan hanyaa menongolkan kepalanya.

”wa’laikumsalam” ucap kami serentak

”ada yusup.....?”.

”saya kang”jawabku memberi tahu.

”pak barok menyuruhmu untuk kekamarnya sekarang”.

”duk”expresiku kaget. jantungku mulai berdetak kencang dan pikiranranku langsung tertuju pada kejadian semalam.

”ya, saya akan sagera kekamar pak barok sekarang”kataku berat.

”matur suwun, assalamualaikum” ucapmahfud sebelum akhirnya pergi.

Aku segera manuju kekamar pak barok. Di perjalan aku berdo’a semoga aku di pamhgil bukan karena kejadian semalam.

Setelah sampai dikamar pak barok kakiku mulai gemetar rasa takut terus merasuk kepikiranku dan membuat jantungku brdetak lebih kencang.

”assalamualaiku”ucapku sambil membuka pelan-pelan pintu kamar.

”wa’alaikumsalam” jawabnya.

Aku melihat seseorang berdiri menghadap keluar jendela.

”duduk”perintahnya tiba-tiba.

”akupun duduk sambil memasang muka melas dan pak barokpun duduk di depanku.

”semalam kamu di mana.......?”.

”dikamar pak”.

”bener........?.

Aku diam tak berani berbohong lebi jauh.

”jawab”bentak pak baro sambil memukul tembok dengan telapak tanganya.

Aku tersentak kaget.

Keadaan ku yang tertekan dan sangat takut membuatku mengaku semuanya bahwa yang ia kejar semalam adalah aku.

Tanpa banyak pertibangan akupun diberi sanksi berupa mangisi kolah wudlu yang lumayan lebar. Susahnya lagi aku harus mengisi kolah dengan air sungai yang lumayan jauh dari pondok.

Dengan kertas bertuli KELUAR MALAM aku mangambil air dengan 2 emmbar ditanganku.

Rasa lelah ples malu yang kurasakan karena cibiran warga yang bersarang di telingaku membuat aku memaki-maki pak barok walau dalam hati. Kini aku sangat mambenci pak barok. Jangankan melihat orangnya mendengar orang menyebut namanya saja aku pegel.

Setelah kejadian itu aku jadi taku akan sanksi sehingga membuatku bertekat untuk tidak melanggar lagi.

Hari-hari terus berlalu dan kini kulewati tanpa satu palanggaranpun. Rasa takut akan sanksi membuatku selalu mematuhi peraturan, dan berlahan aku terbiasa hudup tertib.

Setelah kupikir-pikir tenyata menjadi santri tanpa haris melanggar ternyta lebih enk dan labi kerasan dipondok.

Kini melanggar peraturan menjadi suati yang asing bagiku, dan itu semua berkat hukukuman yang diberikan padaku waktu iti.

Walau awalnya membenci pak barok karena telah menghukumku terlalu berat bagiku, kini aku sadar bahwa pak barok dan hukumanmyalah yang membuatkuberubah 180%.



photo2

lutfi maulana tu namanya....
te tu panggilanya


 ni muustofa mansur 
sukanya ngenet
trusssssssssssssssssssssss



ni kalau aku yang manggil
namanya sledot
da juga yg panggil om





muhamad mas'ud
nmanya kayak slah stu shabat
tp sukanya mz'an......




 kentus
nma panggilanya
nma aslinya
agus setia gunawen 



 pa'de
nmanya adika

 ni para nak2 tarlantar
mbah karim, wafa, hakim, afif



 ni para nak2 remek



suka men to di foto?



 ni zaim 5 pak lets


 yang ketawa tu lencu...



 son, nag di we ki?
gek nyapo we ki?


patung 5 orangnya podo ae....



 Aan.
alias masrukan.
ni nak paling ailim
nmanya agus ma'ruf

Jumat, 17 Desember 2010

SANTRI



Santri adalah sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan di pondok pesantren. Pondok Pesantren adalah sekolah pendidikan umum yang persentasi ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam. Kebanyakan muridnya tinggal di asrama yang disediakan di sekolah itu.



Definisi pesantren

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa.[rujukan?] Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan.[rujukan?] Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai.[rujukan?] Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok.[rujukan?] Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.[rujukan?]

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri.[rujukan?] Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan.[rujukan?] Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.[rujukan?] Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.[1]

Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam.[rujukan?] Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).[rujukan?] Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum).[rujukan?] Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.[2]

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia.[rujukan?] Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam.[rujukan?] Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.[3]

Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi.[rujukan?] Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah.[rujukan?] Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU).[rujukan?] Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.[rujukan?]
[sunting]
Jenis pesantren

Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi.[rujukan?] Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut.[rujukan?] Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali.[rujukan?] Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam.[rujukan?] Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.[rujukan?]

Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya).[rujukan?] Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.[rujukan?] Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah.[rujukan?] Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah.[rujukan?] Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.[rujukan?]

Terdapat pula suatu pondok pesantren induk yang mempunyai cabang di daerah lain, dan biasanya dikelola oleh alumni pondok pesantren induk tersebut.[rujukan?] Sebagai contoh, Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur mempunyai cabang pondok alumi, antara lain:
Pondok Modern Arrisalah di Slahung, yang dipimpin oleh KH Ma'sum Yusuf.[rujukan?]
Pondok Modern Assalam Sukabumi di Sukabumi Jawa Barat yang dipimpin oleh K.Badrusyamsi, M.Pd.[rujukan?]
[sunting]
Sejarah umum

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya.[rujukan?] Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai.[rujukan?] Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri.[rujukan?] Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana.[rujukan?] Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai.[rujukan?] Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan.[rujukan?] Para santri selanjutnya mempopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.[4]
[sunting]
Peranan pesantren

Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.[rujukan?] Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596.[rujukan?] Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren.[rujukan?] Bahkan dalam catatan Howard M. federspiel- salaseorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah meng hasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.[5]
[sunting]
Moderenisasi pesantren

Sebab-sebab terjadinya moderenisasi Pesantren daiantaranya: Pertama, munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembalo kepada Al-Qur’an dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai di tadaruskan sejak tahun 1900.[rujukan?] Maka sejak saat tiu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemukan sebagai wancana public.[rujukan?] Kedua: kian mengemukannya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda.[rujukan?] Ketiga, terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi.[rujukan?] Keempat, dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam.[rujukan?] Salasatu dan keempat itulah, menurut Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.[6]
[sunting]
Peran sosial

Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam.[rujukan?] Alumni pondok pesantren umumnya telah bertebaran di seluruh wilayah Indonesia.[rujukan?] Beberapa alumnus pesantren juga telah berkiprah di pentas nasional,

pesantren



Pesantren, pondok pesantren, atau disebut pondok saja, adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasa Islamia.

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.

Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.

Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.
[sunting] Jenis pesantren.

Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.

Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah.[rujukan?] Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.

Terdapat pula suatu pondok pesantren induk yang mempunyai cabang di daerah lain, dan biasanya dikelola oleh alumni pondok pesantren induk tersebut.[rujukan?] Sebagai contoh, Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur mempunyai cabang pondok alumi, antara lain:

* Pondok Modern Arrisalah di Slahung, yang dipimpin oleh KH Ma'sum Yusuf.
* Pondok Modern Assalam Sukabumi di Sukabumi Jawa Barat yang dipimpin oleh K.Badrusyamsi, M.Pd.

[sunting] Sejarah umum

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana.[rujukan?] Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya mempopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.
[sunting] Peranan pesantren

Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. federspiel- salaseorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh dan Palembang (Sumatra), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah meng hasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.[5]
[sunting] Moderenisasi pesantren

Sebab-sebab terjadinya moderenisasi Pesantren daiantaranya: Pertama, munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembalo kepada Al-Qur’an dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai di tadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat tiu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemukan sebagai wancana public. Kedua: kian mengemukannya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. Ketiga, terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. Keempat, dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Salasatu dan keempat itulah, menurut Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.
[sunting] Peran sosial

Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam. Alumni pondok pesantren umumnya telah bertebaran di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa alumnus pesantren juga telah berkiprah di pentas nasional, yang terkenal antara lain:

* Dr. Hidayat Nurwahid (mantan Ketua MPR RI),
* KH. Hasyim Muzadi (Ketua PB Nahdlatul Ulama),
* Prof. Nurkholish Madjid mantan (Rektor Universitas Paramadina),
* Dr. Din Syamsuddin (Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
* KH. Abdurrahman Wahid, salah seorang kyai yang terkenal, adalah mantan Presiden Republik Indonesia. Ia adalah putra KH. Wahid Hasyim, seorang kyai yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah dua kali menjabat Menteri Agama di Indonesia. Sementara kakeknya adalah KH. Hasyim Asy'ari, seorang pahlawan nasional Indonesia dan pendiri Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.





Kamis, 16 Desember 2010

KEBARSAMAAN




INDAHNYA KEBERSAMAAN



Mempunyai tekad keras serta berusaha tanpa menutupi muka seringkali tak cukup. Kita memerlukan sebuah kekuatan batin, yaitu kemampuan untuk menerima segala sesuatu yang terjadi. Orang bilang, ini adalah sebuah keberserahan diri, sebuah tawakal, sebuah kepasrahan. Suatu hari di tepian kota. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. Sepasang suami istri setengah baya itu mengemasi dagangannya. Sang istri membereskan piring, gelas dan perabot lain. Sedangkan si suami memasukkannya dalam gerobak.Sesaat mereka menghitung berapa laba yang masuk. Siapa pun tahu, penghasilan tak selalu datang seperti yang diharapkan. Terkadang hujan turun, pada waktu lain petugas ketertiban menghalau, atau kadang semuanya begitu menggembirakan.Manis dan asam memang bumbu penyedap sehari-hari. Yang pasti, esok, kehidupan sekali lagi harus dijalani. Mempunyai tekad keras serta berusaha tanpa menutupi muka seringkali tak cukup. Kita memerlukan sebuah kekuatan batin, yaitu kemampuan untuk menerima segala sesuatu yang terjadi. Orang bilang, ini adalah sebuah keberserahan diri, sebuah tawakal, sebuah kepasrahan. Sepasang suami istri itu berjalan bergegas. Yang laki mendorong gerobak, yang perempuan terkantuk-kantuk duduk di atasnya. Keduanya berlalu menembus malam. Hidup memang bukan untuk dijalani sendiri. Tapi bersama-sama; teman, sahabat, keluarga atau tetangga. Hidup adalah untuk saling kuat-menguatkan, topang-menopang, serta kasih-mengasihi.
Dalam konteks itulah, Islam mengajarkan hidup yang sesungguhnya. Hidup yang tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan eksistensi diri. Tapi lebih dari itu, Islam mengajarkan kita meraih kehidupan yang bermakna, bermanfaat, bertanggung jawab, dan berorientasi ke masa depan (perhatikan QS 28:77). Esensi kebersamaan dalam hidup adalah adanya tolong-menolong dalam perbuatan kebajikan dan taqwa (QS 5:2), saling menasehati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang (QS 90:17, 103:3), dan saling mengingatkan dalam keimanan (QS 16:125). Dalam konteks kehidupan berbangsa, pengalaman empiris bangsa ini telah membuktikan dengan kebersamaan pendahulu dan pendiri bangsa ini berhasil meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Begitu pula dengan negara Jepang, misalnya, mereka bangkit dan kini menjadi salah satu negara maju dengan bermodalkan kebersamaan dan tekad yang kuat. Namun kondisi ironis terjadi saat ini.
Dikala bangsa ini belum bisa bangkit dari keterpurukan multidimensional, sebagian grassroot hingga elite sering terlibat â€کtawuran’. Kaum elite lebih mementingkan bagaimana mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan daripada memikirkan kesejahteraan rakyat. Sementara penegakan hukum pun jauh dari rasa keadilan masyarakat. Bahkan satu penelitian menyebutkan bahwa lembaga peradilan bak seperti tempat lelang dimana orang yang memiliki penawaran tertinggilah yang akan menang.
Sudah saatnya kita sadar dan bangkit dari keterpurukan. Singsingkan lengan baju, tahan emosi, tatap masa depan, duduk bersama dan renungkan solusi untuk bangkit. Mari kita bersama-sama raih dan rasakan indahnya kebersamaan. Wallahu a’lam bi ash Shawab

Minggu, 05 Desember 2010

tentang penulis


NAMA
Eko Saputro

TTL
Curup,12-08-1993

ALAMAT
Jl. Lintas Sumatra, Singkut, Sarolangun, Jambi

HOBBI
Baca-baca & olahraga

TINGGI
170 Cm

BERAT
50 Kg

MAKES
Masakan my Mother

MIKES
Es yang dingin

KESAN
Suatu tempat yang nyaman telah kutemukan yaitu PENJARA SUCI

PESAN
Yakinlah dalam mencapai cita2

MOTTO
Orang bisa aku pasti bisa